JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Pernyataan Presiden Jokowi yang mengajak melihat Papua tidak selalu dari sisi negatif, melainkan juga dari sisi positif, dan menganggap persoalan di Papua merupakan hal yang dibesar-besarkan menuai kritik dari Setara Institute.
Lantaran pernyataan itu, Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi menilai Presiden Jokowi tidak memahami konflik dan ketidakadilan di Papua yang sudah berkepanjangan. Menurutnya, pernyataan Presiden Jokowi itu seolah menganggap berbagai gejolak yang muncul di Papua bukan sebagai suatu masalah oleh presiden.
Oleh sebab itu, lanjutnya, wajar saja penanganan masalah di Papua jalan di tempat dalam selama kepemimpinan Jokowi.
“Respons demikian bukan hanya kontradiktif dengan realitas yang memperlihatkan konflik di Papua, tapi juga sekaligus bentuk normalisasi konflik berkepanjangan,” ujar Hendardi dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/7/2023).
Hendardi lantas mengkritik dominasi pendekatan keamanan yang menimbulkan korban jiwa, baik dari masyarakat, anggota TNI dan Polri. Selain itu, persoalan berkembangnya spiral kekerasan, pelanggaran HAM, rasisme dan stigmatisasi adalah fakta bahwa Papua tidak sedang baik-baik saja.
Sebaliknya, pernyataan Presiden ini justru mempertegas kritik publik terhadap Presiden Jokowi dan juga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dinilai tidak mampu menyelesaikan persoalan Papua secara menyeluruh. Hal itu termasuk tentang penyelenggaraan dialog Jakarta-Papua dan memberikan perhatian pada perlindungan manusia.
Dirinya menjelaskan, apabila isu separatisme Papua maka semestinya Menhan Prabowo mengambil peran terdepan. Lalu, apabila isu pelanggaran HAM yang mengemuka maka perlu penguatan peran Komnas HAM di Papua dan optimalisasi mekanisme HAM bagi Papua. Ia juga menyoroti pembentukan BPP Otsus atau BP3OKP.
“Sementara isu ketidakadilan pembangunan dijawab dengan akselerasi pembangunan berkualitas, termasuk oleh aktor-aktor yang memahami Papua. Tidak sebagaimana yang tergambar dalam Badan Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang dipimpin Wakil Presiden Maruf Amin,” katanya.
Menurut Hendardi, persoalan Papua bukan melulu persoalan ketidakadilan ekonomi dan pembangunan, tetapi soal martabat orang Papua, soal ketidakdilan politik dan kemanusiaan.
“Papua semestinya dipandang sebagai persoalan serius yang menuntut perhatian pemerintah secara serius, sungguh-sungguh dan berkelanjutan,” katanya.
Sementara itu, pernyataan Presiden Jokowi yang dimaksud disampaikan ketika presiden menjawab pertanyaan awak media terkait situasi Papua secara keseluruhan saat mengunjungi Waibu Agro Eduwisata, Kabupaten Jayapura, Papua, yang juga ditayangkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (7/7/2023).
“Karena memang secara umum, 99 persen ini enggak ada masalah. Jangan masalah yang kecil dibesar-besarkan. Semua di tempat, dimanapun di Papua kan juga aman-aman saja. Kita karnaval juga aman, kita ke sini juga enggak ada masalah. Jangan yang dibesarkan yang negatif-negatif, itu merugikan Papua sendiri,” ujar Jokowi.
Stafsus tepis anggapan Presiden Jokowi tak pahami masalah di Papua
Di sisi lain, Staf Khusus Presiden Bidang Pendidikan dan Inovasi Billy Mambrasar menilai, kunjungan Presiden Jokowi sebanyak 17 kali ke Papua merupakan sentuhan khusus agar strategi percepatan di Papua bisa dimaksimalkan. Billy juga tidak pernah melihat adanya penurunan antusiasme masyarakat dalam menyambut kunjungan Presiden Jokowi di Papua.
Terbaru saat kunjungan Presiden Jokowi pada 5-7 Juli 2023 lalu. Mulai dari peresmian infrastruktur bandara di Kabupaten Asmat, panen raya jagung di Kabupaten Keerom, hingga inspeksi mendadak (sidak) kondisi pasar di Kabupaten Jayapura.
Kemudian saat membuka karnaval anak muda Papua yang memamerkan bakat dan kemajuan sumber daya manusia (SDM) Tanah Papua, utamanya di sektor ekonomi kreatif, antusiasme masyarakat tetap sama seperti sedia kala.
“Sebagai Staf Khusus Presiden RI yang mendampingi beliau kerja selama empat tahun ini, saya tidak melihat sedikit pun surut antusiasme masyarakat menyambut kedatangannya,” ujar Billy dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/7/2023), dikutip dari Antara.
Billy menambahkan, saat kunjungan ke Papua awal bulan lalu, ada empat arahan penting Presiden Jokowi dalam pembangunan Tanah Papua.
Pertama, mengenai percepatan pembangunan infrastruktur. Sesuai dengan visi Presiden Jokowi, percepatan pembangunan infrastruktur akan mempermudah alur barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat, mengurangi biaya dan meningkatkan perputaran uang.
Kedua, soal peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan perbaikan kesehatan. Menurut Billy, Presiden memerintahkan ada akselerasi sektor pendidikan, dan utamanya menambah formasi guru di Papua, percepatan pembangunan sekolah di daerah terisolir agar anak-anak Papua dapat mengakses pendidikan.
Kemudian alokasi anggaran otonomi khusus (otsus) diutamakan terhadap peningkatan kualitas pendidikan, khususnya untuk orang asli Papua.
Ketiga adalah pengembangan sektor pertanian dan UMKM. Billy menjelaskan, Presiden Jokowi telah memerintahkan penganggaran sebesar Rp102 miliar untuk membangun fasilitas untuk Papua Youth Creative Hub (PYCH).
Keempat adalah pemerintahan yang baik. Presiden Jokowi berharap korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat lokal dapat dikurangi. Presiden juga menyampaikan harapan masyarakat dapat dilibatkan langsung untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan penggunaan anggaran yang bertanggung jawab.
Presiden Jokowi percaya Papua yang telah lama kurang mendapat perhatian penuh agar harus mendapat sentuhan khusus dan strategi percepatan pembangunan supaya dapat mengejar ketertinggalan.
“Konteks kunjungan presiden yang ke-17 ini, bukan hanya menunjukkan komitmennya secara optimal, tetapi juga benar-benar menindaklanjuti setiap aspirasi yang diberikan masyarakat dan pemerintah daerah,” ujar Billy. (UWR)