Kamis, 2 Mei 2024
Beranda Opini Antara Pemuda, Sampah dan Kesejahteraan Warga Desa

Antara Pemuda, Sampah dan Kesejahteraan Warga Desa

Pengertian pemuda secara definisi ialah warga negara yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun untuk mengembangkan potensi, kapasitas, aktualisasi diri dan cita-citanya (menurut UU no 40 tahun 2009).

Disamping itu, pemahaman pemuda bisa diperdalam secara makna dan kualitas. Karena faktanya di lingkungan desa, usia warga boleh tua (diatas 30 tahun) namun secara semangat, kepedulian dan kreatifitas mereka boleh di uji dengan yang masih muda.

Dengan bekal terus belajar dan berkarya agar bermanfaat kepada sesama maka kata pemuda bisa senantiasa diterjemahkan sesuai dengan semangat zaman dan lingkungan. Karena di dunia belahan manapun pemudalah garda depan perubahan. Baik sebagai pelaku maupun identitas.

Di indonesia sendiri mulai era perjuangan kemerdekaan hingga era 5.0 sekarang ini tidak terlepas dari peranan pemuda. Lihat sumpah pemuda 1928, kemerdekaan indonesia 1945, pergrakan angkatan 1966 hingga era reformasi 1998 dan lain sebagainya.

Guna merangkul lintas usia atau generasi, perlu Sebuah wadah dibentuk secara swadaya, swakelola dan independen oleh unsur warga itu sendiri yang berupa komunitas. Di komunitas inilah organisme aktifitas warga dikordinasikan serta di program tentu tidak terlepas dari konteks lingkungan komunitas itu berada dan sesuai dengan tujuan yang disepakati secara bersama.

Sebut saja contoh komunitas kabut malam yang berada di desa Banjarkemantren, kecamatan buduran Sidoarjo. Merupakan komunitas warga yang merintis jalan berdikari (berdiri di kaki sendiri) secara ekonomi. Dengan membaca potensi lingkungan sekitar.

Dimana Sidoarjo termasuk kawasan industri dan sudah barang tentu Sidoarjo menjadi kota urbanisasi yang padat. Menurut data BPS jumlah penduduk kabupaten sidoarjo pada bulan september 2020 menurut hasil SP2020 adalah sebanyak 2.082.801 jiwa.

Dengan luas wilayah 714,27 km2 persegi, kepadatan penduduk kabupaten sidoarjo berdasarkan hasil sensus penduduk 2020 sebanyak 2.916 jiwa per km2 (Lihat data: sidorjokab.bps.go.id)

Dari sini kita tahu bahwa corak produksi warga (mata pencaharian) yang dulu mayoritas pertanian lambat laun bergeser ke arah industri (pekerja pabrik). Hal ini terjadi di lingkungan dimana komunitas kabut malam ini lahir dan tumbuh.

Pergeseran corak produksi yang terjadi perlahan dan pasti membawa pergeseran pula kearah nilai hidup, ukuran keberhasilan, pola komunikasi, sosial, budaya, politik hingga konsumsi.

Disinilah peran komunitas sebagai warga sipil yang berdaya menyambut tantangan. Bagaimana menggali potensi yang sudah ada namun terbenam karena hiruk pikuk kebisingan mesin-mesin industri yang mengepung desa. Semisal gotong royong, berbagi sesama warga, kerja-kerja kolektif hingga merintis sanggar belajar untuk anak-anak di lingkungan agar dekat dengan kehidupan dan mengerti kehidupan.

Diantara usaha yang telah ditempuh oleh komunitas diantaranya adalah mengelola sampah umum dari industri setempat. Hal ini sebagai upaya untuk menumbuhkan kesadaran bersama bahwa sepanjang manusia masih ada maka sampah akan tetap ada. Namun, sampah adalah problem bersama yang perlu dikelola dengan baik dan benar tanpa menggangu lingkungan sekitar. Selain itu sampah juga dapat menjadi sarana workshop komunitas dalam menumbuhkan kepedulian dan kebersihan lingkungan.

Melalui kerjasama antara warga bahu membahu memilah sampah dari sini budaya gotong royong terpupuk. hingga menjadi hal yang berdaya guna. Karena hasil pemilahan sampah juga bernilai ekonomis.

Lebih dari itu dengan banyaknya kegiatan positif dilingkungan komunitas diharapkan mengurangi tingkat kenakalan remaja, merintis lapangan kerja secara swadaya dan mengasah kepedulian bersama. Karena desa adalah masa depan kita.
Salam literasi!

(Ditulis oleh W.E.Y Sastra Aksara, penggiat sosial, anggota komunitas kabut malam)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Berita Terkini

- Advertisment -