JAGAINDONESIA.COM – Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat kembali menggagalkan penyelundupan 148 burung endemik. Burung endemik Papua tersebut berhasil disita dari Filipina dan telah dilepasliarkan. Menyikapi kejadian penyelundupan burung endemik dari Papua ke Filipina tersebut, Senator Filep Wamafma memberikan tanggapan. Menurutnya, Pemerintah dan Pemerintah Daerah harus menyikapi persoalan ini secara serius. Hal itu menurut Filep karena Satwa Papua sangat beragam.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 menyebutkan bahwa di Papua Barat ada 339 spesies satwa liar yang dilindungi di Papua Barat. Spesies-spesies tersebut terdiri dari 46 spesies mamalia, 232 spesies aves, 21 spesies reptilia, 18 spesies tumbuhan, 5 spesies ikan, 2 spesies ketam tapal kuda, 5 spesies molusca, 1 spesies crustacea, dan 9 spesies insecta.
“Hari-hari ini saya mendengar kabar bahwa Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat, mengungkap praktik penyelundupan burung endemik Papua ke Filipina, ada kurang lebih 148 burung endemik Papua berhasil disita dari Filipina dan telah dilepasliarkan. Jumlah spesies burung atau aves Papua Barat ada 232. Jika 148 burung itu masuk dalam setiap spesies aves, bisa dibayangkan bisa habis hewan endemik ini. Tentu saja Pemerintah khususnya Pemda harus menanggapi secara serius hal ini. Praktik-praktik semacam ini tidak akan terjadi jika pengawasan benar-benar diperketat. Saya mengapresiasi kerja Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat yang sudah bergerak cepat mengatasi masalah ini’, kata Filep.
Ketua Komite III DPD RI ini mengungkapkan juga kasus maraknya praktik penyelundupan satwa yang dilindungi. Ia berharap semua pihak dapat berperan aktif dalam membangun kesadaran untuk melindungi kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia. Filep wamafma meminta agar pihak penegak hukum dapat melakukan penindakan terhadap pelaku kejahatan satwa yang dilindungi.
“Sekarang sedang marak penyelundupan satwa-satwa yang dilindungi, apalagi satwa endemik. Satwa endemik burung misalnya, sangat penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan ekologi. Jadi jika ada penyelundupan seperti ini, ekosistem dan ekologi dapat mengalami penurunan kualitasnya. Jelas nanti akan berpengaruh pada kehidupan seluruhnya”, tegas Filep.
“Di tahun ini saja, mulai Oktober sampai sekarang, peristiwa penyelundupan ini seperti tidak kenal jera. Pada 12 Oktober 2024, terjadi upaya penyelundupan tanduk dan tulang rusa timor dan kasuari di Papua. Pada 14 November 2024, Balai Karantina Hewan, Ikan, Tumbuhan Papua Selatan dan Polsek KPL Merauke menggagal penyelundupan awetan cenderawasih di Pelabuhan Laut Merauke, Papua Selatan. Kemudian pada 4 Desember 2024, Tim Seksi KSDA Wilayah III Surabaya berhasil menggagalkan penyelundupan 450 ekor burung tidak dilindungi undang-undang di Pelabuhan Laut Tanjung Perak Surabaya. Penegakan represif sudah bagus, tetapi jika ada kejadian berulang-ulang, maka sistem pengawasan memang bermasalah”, kata Filep lagi.
Pace Jas Merah yang dalam 5 tahun terakhir ini selalu giat mengadvokasi persoalan-persoalan masyarakat di Papua Barat meminta Pemda mengambil langkah-langkah strategis mulai dari pencegahan sampai pengawasan.
“Pertama, secara hukum disebutkan dalam Pasal 21 ayat (2) huruf c UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang diubah dengan UU Nomor 32 Tahun 2024, bahwa Setiap orang dilarang untuk mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. Sanksi pidananya adalah penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (Pasal 40 ayat [2] UU 5/1990). Sanksi ini menurut saya cukup ringan sehingga ada kemungkinan orang melakukannya terus-menerus. Kedua, masyarakat harus dididik secara kontinu untuk tidak melakukan perburuan liar. Satwa kita semakin berkurang, selain karena pemanasan global, juga karena ulah kita sendiri. Tentu saja teman-teman dari BBKSDA harus dibantu untuk hal ini. Ketiga, di ranah pengawasan, perlu kerja sama yang saling koordinatif antara setiap instansi, mulai dari BBKSDA, kantor-kantor pelabuhan laut, juga Kepolisian Daerah. Ini sebenarnya menjadi hal pokok, supaya jangan ada oknum-oknum tertentu yang bermain juga dalam penyelundupan satwa, termasuk burung endemik”, tutup Filep. (AML)