Selasa, 15 Oktober 2024
BerandaKesehatanKEMEN PPPA: Aktivis PATBM Tonggak Penting Perlindungan Anak di Masa Pandemi

KEMEN PPPA: Aktivis PATBM Tonggak Penting Perlindungan Anak di Masa Pandemi

Jakarta (14/07) – Gerakan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang diinisiasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) sejak tahun 2016 terus berkembang dan meluas hingga 1.921 desa/kelurahan di 342 Kabupaten/Kota dan 34 Provinsi. Kehadiran ribuan aktivis dan relawan PATBM terus dirasakan manfaatnya oleh masyarakat desa dan kelurahan tempat mereka mengabdi, apalagi pada masa pandemi Covid-19 seperti saat ini.

“Kehadiran para aktivis dan relawan PATBM menjadi semakin penting dan dibutuhkan di lingkungan masyarakat, karena meskipun dalam masa pandemi Covid-19, para aktivis PATBM ini terus bergerak untuk memastikan anak-anak tetap dalam kondisi sehat tidak terpapar Covid-19, aman dan terlindungi dari segala bentuk kekerasan.

Sebagian besar aktivis juga terlibat menjadi anggota satgas penanggulangan Covid-19 di daerah masing-masing sehingga mereka akhirnya dapat terjun langsung menjadi agen protokol kesehatan, sebagai informan yang melakukan edukasi ke masyarakat dan menangkal informasi-informasi palsu tentang Covid-19 yang semakin merebak di media sosial dan mereka juga paham apa yang harus dilakukan ketika ada anak yang terpapar Covid-19 atau orangtua si anak yang terpapar Covid-19,” ujar Nahar, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA dalam kegiatan Peluncuran Kajian dan Panduan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Pandemi Covid-19 secara daring di Jakarta (14/7/2021).

Tidak hanya itu, Nahar juga menambahkan bahwa para aktivis ini mengupayakan anak terhindar dari beberapa masalah serius sebagai dampak dari pandemi seperti stigma dari lingkungan sekitar.

“Para aktivis PATBM mengupayakan agar anak tidak menjadi stigma dari lingkungan sekitar ketika keluarga atau orangtua anak menjadi korban Covid-19. Bekerjasama dengan Dinas PPPA setempat, para stakeholder dan jejaring para aktivis, mereka semakin terlatih ketika harus memastikan pengasuhan alternatif untuk anak jika pada situasi orangtua anak harus menjalani isolasi mandiri di rumah dan atau meninggal. Prosedur-prosedur ini sudah kami cantumkan dalam Protokol untuk mengantisipasi anak-anak dalam situasi dimana keluarga terpapar. Mereka terlibat juga dalam tracing dan testing sehingga membantu mereka mencarikan solusi alternatif pengasuhan pada anak yang harus terpisah dengan orangtuanya. Itu sebabnya dalam kegiatan ini kami mendorong juga Dinas PPPA dan aktivis untuk bersama-sama dapat mengumpulkan data posisi pengasuhan terakhir anak di wilayah mereka, apakah mereka aman dan siapa pengasuh sementara si anak,” tambah Nahar.

Untuk mengetahui sejauh mana implementasi dari kegiatan dan panduan PATBM di masa pandemi, Kemen PPPA bekerjasama dengan Wahana Visi Indonesia (WVI) melakukan kajian cepat di 7 kota dan 7 kabupaten di wilayah 12 propinsi dengan melibatkan 427 responden. Pengambilan data, menurut Ciput Eka Purwianti, Asisten Deputi Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan Kemen PPPA, dilakukan melalui aplikasi survey, wawancara dan dilakukan Focus Group Discussion secara online mulai 26 Februari – 27 Maret 2021.

“Hasil kajian cepat ini menunjukkan bahwa keberadaan Tim PATBM pada masa pandemi telah membantu Dinas PPPA di daerah, kelurahan dan desa dalam perlindungan anak di masyarakat. Para kader/aktivis PATBM juga tertib bekerja sesuai kerangka kerja PATBM meski memang masalah anggaran menjadi satu kendala apalagi ada kebijakan refocussing anggaran. Namun saya salut dengan semangat aktivis yang mengupayakan anggaran dari anggaran desa, ikut mendorong para orangtua di desa membantu pembiayaan PATBM, penggalangan dana dan membuat usaha ekonomi seperti masker. Sekitar 71,4% orangtua dari desa yang kami kaji ternyata bersedia membantu pembiayaan dan 40% dari orangtua dari kelurahan juga bersedia melakukan hal yang sama,” ungkap Ciput.

Ciput juga menyatakan bahwa kajian ini ikut menggali kegiatan favorit dan kebutuhan dasar anak selama pandemi. “Dalam kajian cepat ini juga mendapatkan informasi bahwa kebutuhan yang paling diperlukan anak-anak saat pandemi adalah makanan bergizi dan pendampingan belajar di rumah. Kegiatan-kegiatan diskusi di desa/kelurahan yang banyak disukai anak adalah pencegahan perkawinan anak, pencegahan kekerasan, infomasi hidup sehat, seni budaya dan juga vaksinasi untuk anak,” ujar Ciput.

Sementara itu, Emmy Lucy dari Unit Perlindungan Anak WVI menyatakan bahwa keterlibatan masyarakat dalam hal ini aktivis PATBM karena memiliki potensi besar.

“PATBM adalah bentuk partisipasi masyarakat yang patut diacungi jempol. Masyarakat sangat penting dilibatkan dalam karena mereka yang paling dekat dengan anak dan keluarga di wilayah mereka dan keterlibatan mereka ini (aktivis PATBM) punya potensi besar. Mrk punya hati, perasaan dan ikatan emosional dan keluarag di wilayah mereka. Mereka digerakkan dengan hati dan emosional mereka untuk menolong anak-anak dan keluarga di sekeliling mereka,” tutur Emmy.

Wilem Eliata Bisay, aktivis PATBM Warparmasi dari Kabupaten Manokwari, Papua Barat mengaku, dalam keterbatasan pandemi, sebagai aktivis dirinya dan aktivis lain harus kreatif dalam bekerja. “Kami harus ekstra waktu dan tenaga karena kami pun harus menjaga kesehatan diri kami di lapangan. Kami menangani 4 distrik di Papua Barat. Kami berjalan dengan hati dan harus menajdi pengayom, teman dan sahabat untuk anak-anak di wilayah kami agar mereka tetap gembira dan nyaman,” ujar Wilem.

Magdalena Sima, aktivis PATBM Cipta Karya dari Kabupaten Bengkayang sependapat dengan Wilem dimana dalam kondisi terbatas mereka terus bergerak. “Kami memang susah mengumpulkan orang karena takut melanggar protokol kesehatan sehingga sosialisasi kami lakukan dengan sangat terbatas dan dilakukan pada malam hari mulai pukul 7 hingga 9 malam. Yang penting bagi kami adalah agar lebih banyak lagi oprangtua dan warga peduli mencegah kekerasan terhadap anak,” tegas Magdalena.

Temuan-temuan dan masukan dari kajian cepat ini selanjutnya dipergunakan untuk memperbaharui isi panduan lama dan melakukan sejumlah penyesuaian atas kondisi yang terjadi pada anak di Indonesia pada gelombang pandemi Covid-19 yang kedua ini. Kajian cepat ini juga menghasilkan beberapa rekomendasi untuk K/L terkait seperti Bappenas dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi serta upaya memperkuat tata kelola PATBM. (rls)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terkini

- Advertisment -