JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Unit Pelaksana Teknis AIDS Tuberkulosis Malaria Dinas Kesehatan Provinsi Papua menyebutkan bahwa pada Tri Wulan III 30 September 2022, angka HIV/AIDS di Papua menembus 50.011 kasus, diantaranya terdapat 92 Warga Negara Asing (WNA).
Kondisi ini mendorong Senator Papua Barat Filep Wamafma angkat bicara. Menurutnya, angka penderita AIDS tersebut dapat diturunkan melalui sejumlah kebijakan di bidang kesehatan.
“Berkali-kali saya tekankan, bahwa afirmasi Otsus itu salah satunya ada pada bidang kesehatan. Pasal 34 UU Nomor 2 Tahun 2021 (UU Otsus Perubahan) menyebutkan bahwa penerimaan yang telah ditentukan penggunaannya dengan berbasis kinerja pelaksanaan sebesar 1,25% dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) nasional ditujukan untuk paling sedikit 20% belanja kesehatan”, ujar Filep, Jumat (2/12/2022).
Selain itu, Filep menambahkan, pada Pasal 36 UU Otsus Perubahan juga ditegaskan bahwa penerimaan terkait dana perimbangan Dari Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam (SDA) minyak bumi dan gas alam sebesar 70% dialokasikan sebesar 25% untuk belanja kesehatan dan perbaikan gizi.
“Apabila pengalolaan dana Otsus dan DBH Migas ini benar-benar dimanfaatkan, maka angka 50.011 tersebut tidak akan ada. Ini kan penyebaran HIV/AIDS sudah sangat masif. Jadi situasi ini sudah mendesak diintervensi dengan kebijakan yang tepat dan segera direalisasikan”, kata Filep.
Seperti diketahui, data penyebaran HIV/AIDS menunjukkan pada usia di bawah 2 tahun berjumlah 104 kasus, usia 1-14 sebanyak 1.144 kasus, usia 15-19 sebanyak 5.774 kasus, usia 20-24 sebanyak 11.882 kasus, usia 25-49 sebanyak 28.812 kasus, usia di atas 50 tahun sebanyak 562 kasus, dan usia tidak diketahui sebanyak 526 kasus. Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki sebanyak 23.350 kasus, perempuan sebanyak 26.572 kasus.
“Yang saya sangat prihatin, generasi muda justru banyak sekali yang kena. Yang paling saya khawatirkan adalah jangan sampai persentase penderita dari OAP yang paling banyak. Harusnya OAP diproteksi, karena anggaran Otsus memang untuk mengafirmasi kesehatan OAP. Maka mulai dari pencegahan sampai pengobatan, semua pihak terkait harus benar-benar serius”, jelas Filep.
Lebih lanjut, menurut anggota Komite I DPD RI ini, banyak penderita HIV/AIDS sudah menderita karena stigma atau cenderung dijauhi. Oleh sebab itu, jangan sampai mereka semakin menderita lantaran tidak diperhatikan.
“Para penderita ini kan mengalami revictimisasi. Jadi Pemda Provinsi dan Kabupaten harus benar-benar memperhatikan hal ini. Secara obat, semua sudah gratis, tapi pendataan sampai ke pelosok, menurut saya belum bisa dilakukan sepenuhnya, apalagi untuk membangun kesadaran melaporkan diri ataupun mencegah dari hulunya”, kata Filep menambahkan.
Filep pun menerangkan dari sisi kewenangan, Pasal 4 PP Nomor 106 Tahun 2021 menegaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus, Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota diberi Kewenangan Khusus dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
Selain itu, PP 106 Tahun 2021 dalam lampirannya juga menegaskan kewenangan Pemprov dan Pemda yaitu menyelenggarakan pelayanan kesehatan lintas kabupaten/kota, paling sedikit berupa penanggulangan HIV/AIDS, Infeksi menular Seksual (IMS), Tuberkulosis, Malaria, dan lain-lain.
“Ini kan bisa dimanfaatkan, misalnya dengan membangun RS khusus penyakit tertentu, termasuk HIV/AIDS. Jadi tolong proteksi OAP dengan dana Otsus kesehatan. Kalau tidak begitu, masa depan OAP terancam”, kata alumnus Universitas Hasanuddin ini.
“Saya katakan demikian karena data BPS 2018-2019 menyebut baru ada 41 RS Umum di Papua, dan tidak ada RS khusus. Padahal kalau mau dihitung, dana Otsus dari DAU dan DBH kan sangat besar. Di sisi lain, jumlah dokter juga masih sangat minim. Data persebaran dokter di Papua dan Papua Barat sangat kecil. Ini juga perlu dipikirkan,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Filep mengajak semua pihak, terutama Pemprov dan Pemda, agar serius memperhatikan permasalahan ini. Ia menyebut, di kota-kota lain, meskipun tanpa Otsus, sudah terdapat RS khusus untuk penyakit tertentu dan ketersediaan dokter sangat mencukupi. Oleh karena itu, Filep berharap segera ada langkah konkrit untuk mengatasi persoalan tingginya angka HIV/AIDS ini.