JAGAINDONESIA.COM – Kebijakan pemerintah dengan model pembanguan yang menargetkan sejumlah daerah, termasuk tanah Papua mandiri dan swasembada pangan mendapat sorotan tajam dari kelompok masyarakat sipil.
Melalui siaran pers, 17 Desember 2025, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai kebijakan swasembada pangan dan energi yang dirancang pemerintah cenderung menguatkan dominasi korporasi atas lahan luas, bukan berbasis pada kebutuhan dan kearifan lokal masyarakat adat.
Menurut organisasi gerakan lingkungan hidup terbesar dan tertua di Indonesia itu, monokultur besar seperti sawit dan tebu justru mengancam keanekaragaman hayati, ekosistem hutan, dan ketahanan pangan tradisional masyarakat adat Papua.
“Kami WALHI Papua mengeluarkan pernyataan resmi yang menyuarakan kekhawatiran serius terhadap rencana pemerintah pusat dan daerah (termasuk kebijakan Presiden Prabowo) yang membuka tanah adat dan hutan Papua untuk proyek pertanian besar seperti perkebunan sawit, tebu, dan terkait program pangan/energi. Hal ini sebagai ancaman terhadap hak adat masyarakat Papua, kelestarian hutan adat, ketahanan pangan lokal, dan keberlanjutan lingkungan,” ujar Maikel Peuki, Direktur Eksekutif Daerah Papua.
“Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Papua belum menghargai, menghormati dan mengakui masyarakat adat Papua sebagai pemilik tanah dan hutan adat Papua. Kami WALHI Papua menolak segala bentuk deforestasi pembukaan hutan adat di Papua dengan skala besar. Masyarakat adat Papua tidak mau mendapat bencana ekologis yang akan datang. Papua bukan tanah kosong, Papua tolak deforestasi, Papua tolak PSN,” sambung Maikel.
WALHI menyebut, Presiden Prabowo mengabaikan Otonomi Khusus dan Pemerintahan Khusus dengan Kewenangan tersendiri menghormati Tanah Papua bukan tanah kosong, terdapat pemilik adat yang berhak atas tanah dan hutan adat. Menurutnya, pemerintah pusat dan daerah belum melibatkan masyarakat adat secara bebas dan informatif (Free, Prior, and Informed Consent/FPIC) sebelum mengambil keputusan.
“Kebijakan ini dapat memicu konflik agraria, mempercepat kerusakan hutan, dan menghancurkan sistem pangan lokal yang selama ini bertumpu pada sagu, dan hasil hutan lainnya,” dikutip dari siaran pers WALHI.
Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini menerima audiensi Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta (29/12/2025). Audiensi ini diantaranya membahas mengenai tantangan permasalahan pengawasan dan pengendalian kawasan hutan. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan ekologis, mencegah kerusakan, serta mempertahankan kualitas dan nilai sumber daya alam hutan tersebut agar tetap lestari.
“Terdapat tiga aspek yang perlu diperkuat dalam optimalisasi pelaksanaan pemantauan, pengawasan, dan pengendalian pemanfaatan kawasan hutan di seluruh wilayah Indonesia. Tiga aspek tersebut yaitu tata kerja, fungsi, dan sumber daya,” dikutip Selasa (30/12/2025).
Rini menjelaskan bahwa pada aspek tata kerja, dapat dilakukan dengan perbaikan dan penyempurnaan tata kerja terkait koordinasi dan pelaporan hasil pengawasan terhadap izin pemanfaatan Kawasan hutan antara UPT dan Kantor Pusat Kementerian Kehutanan, penguatan independensi dan profesionalitas Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kehutanan (PPNS) bidang kehutanan dan Jabatan Fungsional (JF) Polisi Kehutanan dari intervensi struktural atau pihak manapun.
Pada aspek fungsi, penguatan fungsi pemantauan, pengawasan, dan pengendalian pemanfaatan kawasan hutan di seluruh wilayah Indonesia dapat dilakukan khususnya pada UPT bidang Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) dan Taman Nasional (TN), UPT bidang pengelolaan hutan lestari, dan UPT bidang penegakan hukum.
“Sementara itu pada aspek sumber daya dapat dilakukan dengan pemenuhan kebutuhan SDM yang diikuti dengan peningkatan kualitas kompetensi PPNS dan JF Polisi Kehutanan, serta pemenuhan kebutuhan anggaran dan sarana prasarana penunjang kegiatan operasional pemantauan, pengawasan, dan pengendalian pemanfaatan Kawasan hutan di seluruh wilayah Indonesia pada UPT di lingkungan Kementerian Kehutanan,” jelas Rini.


