MANOKWARI, JAGAINDONESIA.COM – Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Manokwari bersama Kaizen Collaborative Impact kembali menggelar edukasi literasi kecerdasan buatan (AI) melalui program AI Ready ASEAN di Dataran Warpramasi (Warmare, Prafi, Masni, dan Sidey), Kabupaten Manokwari, Papua Barat.
Program yang diinisiasi ASEAN Foundation dengan dukungan Google.org ini menjadi langkah penting dalam mendorong literasi AI yang etis dan bertanggung jawab di kawasan Asia Tenggara.
Kegiatan yang berlangsung di Manokwari itu mendapat dukungan penuh dari Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma, dan dikemas dalam seminar bertajuk “Inovasi Hari Ini, Warisan Esok Hari” di Gedung Serbaguna Prafi, Sabtu (16/10/2025).
Kegiatan tersebut diikuti sembilan sekolah di wilayah Prafi, yakni SMA Negeri 1 Warmare, SMK Negeri 5 Masni, SMK Negeri 6 Masni, SMK Negeri 4 Prafi, MAN Manokwari, SMA Negeri 1 Masni, SMA Negeri 1 Prafi, STMK Pelita Sembab, dan SMA YPK Sion.
Ketua STIH Manokwari menegaskan, lembaganya melalui L2M (Lembaga Layanan Masyarakat) telah berupaya melakukan pemetaan (mapping) agar sasaran edukasi bisa menjangkau siswa-siswi di Manokwari dan wilayah Prafi.
“Kami berharap kegiatan seperti ini dimaknai sebagai pendidikan non-kurikulum atau ekstrakurikuler yang penting untuk membentuk karakter generasi muda. Banyak orang berpikir pendidikan hanya soal nilai dan fasilitas, padahal yang lebih penting adalah membekali sumber daya manusia dengan pengetahuan dan kemampuan menghadapi dunia digital,” ujarnya.
Menurutnya, edukasi dini tentang perkembangan teknologi menjadi bagian dari upaya membentuk generasi berkualitas, tidak hanya unggul di kelas, tetapi juga memiliki daya saing di bidang lain, termasuk teknologi AI.
Ia menilai, salah satu kelemahan di Papua Barat adalah kurangnya peta inovasi dan kreativitas dalam menciptakan gagasan baru. Karena itu, STIH Manokwari bertekad menjadi pionir visioner dalam mengembangkan pendidikan nonformal berbasis teknologi.
“Mudah-mudahan pemerintah daerah melalui dinas teknis bisa memahami bahwa pendidikan nonformal seperti ini sangat dibutuhkan untuk menunjang pembentukan karakter dan kapasitas generasi muda,” ucapnya.
Sebagai wakil daerah di DPD RI, Filep Wamafma juga menegaskan komitmennya agar generasi Papua Barat dapat bersaing secara nasional melalui literasi teknologi.
“Program seperti ini bukan sekadar kegiatan formal, tetapi bagian dari tanggung jawab kita membangun kecerdasan anak-anak Papua agar mampu memanfaatkan teknologi untuk pendidikan, bisnis, ekonomi, maupun kreativitas,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Yayasan Kaizen Collaborative Impact, Ismita Saputri, menjelaskan bahwa program AI Ready ASEAN diluncurkan serentak di sepuluh negara anggota ASEAN dengan target meliterasi 5,5 juta masyarakat agar mampu menggunakan teknologi AI secara etis dan bertanggung jawab.
“Fokus utama program ini adalah agar generasi muda dan masyarakat dapat memahami serta memanfaatkan AI dengan benar. Program ini hadir karena banyak keresahan di tengah masyarakat terkait penyalahgunaan teknologi,” jelas Ismita.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Dr. Filep Wamafma sebagai tokoh pertama yang menghadirkan program AI Ready ASEAN di Tanah Papua.
“Ini pertama kalinya AI Ready ASEAN hadir di Papua. Harapannya tidak ada lagi kesenjangan digital antara barat dan timur Indonesia. Kesetaraan akses belajar teknologi harus bisa dirasakan seluruh masyarakat,” ujarnya.
Menurut Ismita, masih terdapat ketimpangan digital antara wilayah barat dan timur Indonesia. Karena itu, Kaizen berupaya memastikan teknologi dapat diakses dan dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat, termasuk di Papua Barat.
“Terkait daerah Manokwari, khususnya di wilayah Prafi, masih sedikit konten lokal yang terekam di ruang digital, seperti budaya, makanan, obat tradisional, atau potensi wisata. Teknologi seharusnya bisa digunakan untuk memperkenalkan kearifan lokal itu,” terangnya.
Ia menegaskan, melalui program ini diharapkan anak-anak Papua terbiasa memanfaatkan teknologi secara positif, termasuk untuk mempromosikan budaya dan potensi daerahnya.
“Kita ingin mengubah ruang digital agar lebih positif. Anak-anak bisa mulai dengan mendokumentasikan kegiatan budaya, tradisi, atau hal-hal unik di sekitarnya dan membagikannya ke dunia digital,” tutup Ismita. (Rls)