Minggu, 13 Oktober 2024
BerandaBerita DaerahSimak Kajian Cepat Senator Filep Wamafma Soal Rencana Penyerahan Kompensasi Bagi Masyarakat...

Simak Kajian Cepat Senator Filep Wamafma Soal Rencana Penyerahan Kompensasi Bagi Masyarakat Adat Sumuri

BINTUNI, JAGAINDONESIA.COM – Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni melalui Sekretariat Daerah akan melaksanakan acara penyerahan kompensasi pemanfaatan tanah ulayat masyarakat hukum adat Suku Sumuri pada hari ini, Jumat, 28 Juni 2024.

Acara penyerahan kompensasi tersebut merupakan tindak lanjut dari kesepakatan yang dicapai pada 28 Mei 2024 mengenai nilai kompensasi dari Genting Oil Kasuri, Pte. Ltd. (GOKPL) kepada marga-marga Suku Sumuri selaku pemilik lokasi kegiatan investasi perusahaan tersebut.

Adapun Genting Oil adalah perusahaan di bidang energi yang merupakan anak perusahaan dari Genting Group, perusahaan multinasional terkemuka di Malaysia. Genting Group melakukan ekspansi besar-besaran di bidang energi khususnya minyak dan gas melalui perusahaan Genting Oil & Gas yang beroperasi di China dan Indonesia. GOKPL terletak di kawasan industri Kampung Onar, Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni dan Fakfak, Papua Barat.

Terkait hal ini, Senator Papua Barat, Dr. Filep Wamafma menyampaikan pandangannya. Ia mengapresiasi langkah Pemkab Bintuni tersebut sekaligus memberikan beberapa penekanan penting.

“Saya secara pribadi dan juga kelembagaan DPD RI yang memperjuangkan hak-hak masyarakat adat Bintuni dalam beberapa tahun terakhir ini, mengapresiasi Pemkab yang memberikan kompensasi kepada masyarakat hukum adat Sumuri,” kata Filep (27/6/2024).

“Namun sebuah apresiasi positif sudah semestinya dibarengi dengan penekanan beberapa hal penting dan mendasar untuk dipahami bersama. Pertama, dasar yang dipakai harus Konstitusi, yakni negara mengemban tanggung jawab untuk memberikan perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan atas hak masyarakat hukum adat. Dari dasar itu kemudian muncul UU HAM khususnya di Pasal 6 yang menegaskan natural rights yang bersifat inheren, termasuk di dalamnya hak masyarakat adat. Terlebih, Konvensi ILO dan UNDRIP justru lebih tegas lagi bahwa negara harus menyediakan mekanisme terbaik untuk mencegah perampasan hak masyarakat,” sambungnya.

Berdasarkan hal itu, menurut Filep, kompensasi memang wajib diberikan sebagaimana kewajiban pokok negara dalam menghargai (obligation to respect), melindungi (obligation to protect), dan memenuhi (obligation to fulfill) dalam hal ini adalah hak-hak masyarakat adat.

“Kemudian, poin kedua, persoalan kompensasi itu bukan sekadar kompensasi atas tanah, melainkan juga kompensasi atas perolehan manfaat dan pembagian keuntungan dari alokasi dan pemanfaatan SDA termasuk pertambangan. Jadi kriteria kompensasi sangat jelas disini, yaitu kesetaraannya dengan keadaan semula sebelum hak masyarakat diambil oleh investasi, baik kesetaraan dalam hal kualitas, luasnya, maupun status hukumnya,” terang Filep menambahkan.

Lebih lanjut, senator berjuluk Pace Jas Merah ini mengaitkan kompensasi dengan Otsus. Ia menekankan besarnya keuntungan yang didapat Genting Oil sudah semestinya sejalan dengan semakin baiknya fasilitas maupun pelayanan dasar masyarakat.

“Nah sekarang mari kita lihat dalam konteks Otsus. Kompensasi harus dimaknai sebagai ganti untung, artinya bukan nilai standar yang ditetapkan negara, melainkan nilai lebih karena dalam rangka Otsus, harus dikaitkan dengan pelayanan dasar pendidikan dan kesehatan di samping penghargaan terhadap hak masyarakat adat Sumuri. Artinya bahwa keuntungan yang didapat Genting Oil itu harus berbanding lurus dengan semakin berkualitasnya layanan pendidikan dan kesehatan masyarakat. Keduanya harus berjalan linear. Perintah UU Otsus sudah jelas yaitu 10% DBH Migas adalah untuk pemberdayaan masyarakat adat,” tegas Filep.

Oleh sebab itu, Pimpinan Komite I DPD RI itu menegaskan pentingnya kejujuran Pemda dan investor terkait nilai kompensasi yang layak ke masyarakat adat Sumuri. Menurutnya, kejujuran dan keadilan ini sangat penting mengingat kondisi masyarakat di Bintuni, dengan persentase penduduk miskin menurut BPS, hanya mengalami penurunan sedikit, yakni di tahun 2021 sekitar 29,79%, tahun 2022 sebesar 29,73%, dan di tahun 2023 ada 28,24%.

“Dalam advokasi saya, saya masih temukan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang belum memadai, dukungan air bersih yang belum cukup. Meskipun rata-rata lama sekolah (RLS) Bintuni meningkat, namun data RLS di tahun 2023 menunjukkan bahwa RLS-nya hanya sampai jenjang kelas VIII, dimana RLS-nya masih di bawah RLS nasional,” tegas Filep.

“Dalam konteks keadilan kompensasi ini, tentu saya meminta komitmen untuk melaksanakan AMDAL. Perlu ada niat baik yang harus dipegang oleh Pemkab dan investor, harus menghormati dam menghargai hak-haknya, karena kita perlu menyadari adanya keterbatasan SDM masyarakat adat. DBH Migas tahun 2024 itu sebesar 385.766.515 miliar. Untuk masyarakat adat berarti kurang lebih 38.576.651,5 miliar. Maka sekali lagi saya memberi apresiasi atas pemberian kompensasai tersebut, namun saya tetap mengingatkan agar kompensasi tersebut benar-benar jujur nilainya, juga benar-benar memberi keuntungan yang linear untuk pelayanan dasar bagi masyarakat adat,” tutupnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terkini

- Advertisment -