Selasa, 5 November 2024
BerandaHukumJanji Tak Dipenuhi, Masyarakat Asli Marind Desak Pemda Panggil Pimpinan Perusahaan

Janji Tak Dipenuhi, Masyarakat Asli Marind Desak Pemda Panggil Pimpinan Perusahaan

MERAUKE, JAGAINDONESIA.COM – Puluhan masyarakat asli Marind dari Kampung Buepe, Distrik Kaptel dan Kampung Zanegi, Distrik Animha, Kabupaten Merauke yang terdampak dari aktivitas perusahaan hutan tanaman industri (HTI) PT Plasma Nutfah Marind Papua dan PT Selaras Inti Semesta, bertemu dan berdialog dengan pemerintah di Kota Merauke.

Pertemuan itu berlangsung hari ini, Jumat (3/6/2022). Hadir dalam pertemuan tersebut yakni pejabat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Merauke, Ismanto, anggota DPRD Kabupaten Merauke, Dominikus Ulukyanan, dan DPR Papua, Edoardus Kaize.

Masyarakat mengeluhkan hutan, dusun dan rawa yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat digusur dan dibongkar oleh perusahaan atau investor sehingga rusak dan hilang. Akibatnya, masyarakat kesulitan memperoleh sumber makanan sehingga membuat mengakibatkan penderitaan terutama para perempuan dan anak-anak.

Dalam pernyataan masyarakat asli Marind disebutkan bahwa perusahaan berjanji untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membangun fasilitas sosial, membantu pendidikan anak, menyediakan perumahan dan air bersih, menyediakan pelayanan kesehatan, transportasi, pemberdayaan ekonomi, membuka lapangan kerja, pengembangan mata pencaharian masyarakat serta melindungi dusun dan tempat-tempat penting lainnya.

“Namun semua janji itu tinggal janji. PT Plasma Nutfah Marind Papua dan PT Selaras Inti Semesta ternyata mengingkari janjinya dan hanya memberi kompensasi atas hutan yang hilang dengan nilai yang jauh  dari kelayakan dan keadilan,” sebutnya.

“Dampak kerusakan ekosistem tidak dapat tergantikan sekarang dan di masa depan. Kami sungguh dirugikan dengan kehadiran perusahaan di wilayah adat kami. Tidak hanya kerusakan ekosistem saja tetapi juga kerusakan sosial. Saat ini kehidupan kami di kampung tidak rukun dan harmonis seperti dulu lagi sebagai satu keluarga kami saling tidak percaya baku curiga dan baku marah bahkan baku bunuh,” tambahnya.

Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini, masyarakat menyampaikan surat pernyataan sikap terkait permasalahan yang dihadapi dengan adanya aktivitas perusahaan yang menggusur hutan adat dan dusun untuk industri komersial kertas dan energi biomass.

Terdapat sejumlah poin tuntutan yang dituangkan dalam pernyataan sikap tersebut, antara lain:

Pertama, meminta Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke, Bupati, DPRD dan aparat penegak hukum segera melakukan langkah hukum memanggil dan memeriksa pimpinan perusahaan tersebut untuk bertanggung jawab atas permasalahan dan janji-janji yang tidak dipatuhi serta memberikan sanksi yang sesuai peraturan berlaku

Kedua, meminta Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke dan DPRD untuk memfasilitasi peninjauan kembali perjanjian-perjanjian yang telah merugikan masyarakat adat termasuk perjanjian yang dibuat tanpa konsultasi mendalam dan memadai serta belum mendapat persetujuan dari masyarakat.

Ketiga, meminta Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke, Bupati, DPRD dan Gubernur Provinsi Papua meninjau kembali perizinan perusahaan dan putusan Peraturan Gubernur Papua Nomor 64 tahun 2012 tentang standar kompensasi atas hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu yang dipungut pada areal hak ulayat masyarakat hukum adat yang standar nilai kompensasinya tidak adil dan tidak sesuai dengan akibat kerugian sosial, ekonomi, budaya dan hilangnya hutan adat serta meminta nilai standar tersebut didasarkan sekaligus mengutamakan kesepakatan dengan masyarakat asli Marind

Keempat, meminta Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke, Pemerintah Provinsi Papua dan pemerintah pusat untuk tidak lagi memberi izin dan rekomendasi baru terkait rencana dan perluasan usaha pada kawasan hutan alam kami minta kepada pemerintah untuk membatasi operasi perusahaan pada hutan tanaman hati Yang yang sudah terlanjur diusahakan

Kelima, meminta perusahaan bertanggung jawab penuh menjalankan usaha secara berkelanjutan dan berkeadilan serta melakukan dan menghormati hak-hak masyarakat asli Marine. Selain itu, pada setiap melakukan kegiatan harus melalui musyawarah dan kesepakatan bersama dengan masyarakat asli Marind termasuk kesepakatan pembagian manfaat dan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Masyarakat juga meminta perusahaan tidak menggusur Dusun Sagu dan melindungi tempat-tempat penting yang mempunyai fungsi sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan

Keenam, meminta perusahaan bertanggung jawab untuk memperbaiki dan memulihkan fungsi-fungsi Dusun sagu, tempat mencari ikan, tempat keramat, tempat suci dan hutan tempat berburu serta tempat sekitar aliran sungai dan rawa.

Ketujuh, meminta perusahaan bertanggung jawab dan patuh pada kewajiban untuk mengembangkan program pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat, memfasilitasi pembangunan organisasi usaha, modal dan pemasaran hasil-hasil usaha ekonomi masyarakat serta mempekerjakan masyarakat yang berusia produktif yang merupakan tanggung jawab sosial perusahaan. (UWR)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terkini

- Advertisment -