JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) menegaskan tentang pentingnya penguatan rehabilitasi medis dan sosial bagi korban penyalahgunaan narkotika.
Penegasan ini disampaikan dalam rapat pengawasan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang digelar di Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta, hari Senin, tanggal 8 Desember 2025.
Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma, menyebutkan bahwa penanganan penyalahgunaan narkotika harus dilakukan secara terintegrasi, mulai dari pencegahan, penegakan hukum, hingga pemulihan korban.
Namun, ia menilai, kebijakan di lapangan masih dominan pada pendekatan represif dibandingkan upaya rehabilitatif.
“UU Narkotika mengamanatkan bahwa pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika, wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial. Tetapi faktanya, pendekatan pemulihan belum memperoleh porsi yang semestinya,” ujar Filep Wamafma, melalui keterangan resmi yang diterima hari Rabu, tanggal 10 Desember 2025.
Lebih lanjut, Anggota DPD RI asal Provinsi Papua Barat itu, menyoroti ketimpangan serius antara jumlah korban penyalahgunaan narkotika dan ketersediaan fasilitas rehabilitasi di daerah. Selain itu, minimnya alokasi anggaran juga membuat layanan pemulihan tidak optimal.
“Ada korbannya, tetapi fasilitasnya tidak ada. Karena itu, diperlukan ketersediaan sarana rehabilitasi di setiap daerah,” tegasnya.
Dia menambahkan, keterbatasan fasilitas ini dinilai memperlambat pemulihan korban, meningkatkan risiko kekambuhan (relaps), serta memperburuk kondisi lembaga pemasyarakatan akibat penumpukan narapidana pengguna narkotika.
Sementara itu, Anggota DPD RI asal Sulawesi Tengah, Rafiq Al-Amri, menekankan bahwa persoalan narkotika tidak hanya terkait rehabilitasi, tetapi juga penegakan hukum yang tegas dan berkeadilan.
Menurutnya, pemberantasan narkoba tidak akan efektif tanpa fondasi penegakan hukum yang kuat.
“Fokus pada penegakan hukum tetap harus menjadi prioritas. Penegakan hukum yang tegas dan konsisten adalah inti dari pemberantasan narkoba, namun tetap harus berjalan seimbang dengan kebijakan pemulihan,” ujarnya.
Komite III DPD RI melalui fungsi pengawasannya mendorong sejumlah langkah strategis, antara lain penguatan regulasi terkait rehabilitasi, penambahan anggaran untuk rehabilitasi medis dan sosial, pelibatan sektor pendidikan dalam upaya pencegahan, percepatan penyusunan SOP rehabilitasi rawat jalan antara Kejaksaan, BNN, dan rumah sakit.
Filep Wamafma menegaskan bahwa seluruh kebijakan tersebut bertujuan memastikan penanganan penyalahgunaan narkotika berjalan lebih holistik dan berkeadilan. “Dengan penguatan ini, kami berharap penanganan korban narkotika benar-benar terintegrasi dan berkelanjutan,” pungkasnya.


