JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma menyampaikan keprihatinan mendalam atas kejadian ledakan di SMAN 72 Jakarta pada Jumat, 7 November 2025 lalu. Dugaan motif bullying pelaku pun santer mengiringi insiden tersebut. Hal ini bergulir menguat ke ruang publik lantaran masalah bullying di sekolah kerap terjadi.
Sejumlah kejadian bullying itu diantaranya di Muratara, Sumatera Selatan pada pertengahan oktober lalu, di Konawe, Grobogan, Polewali Mandar hingga Palopo. Filep menilai persoalan bullying memang harus mendapat perhatian penting dan kejadian ledakan di SMAN 72 Jakarta perlu mendapat perhatian khusus dari semua pihak selain langkah hukum yang berjalan.
“Komite III DPD RI sangat prihatin atas ledakan di lingkungan sekolah ini. Kami mendorong agar insiden tersebut tidak hanya ditangani dengan proses hukum, namun juga perlu atensi khusus dari semua pihak utamanya Kemendikdasmen dari sisi kebijakan, juga peran pihak sekolah, guru dan orang tua untuk anak didik dan lingkungan pendidikan pada umumnya,” kata Filep dalam keterangannya, Minggu (9/11/2025).
Lebih lanjut Filep menekankan, kejadian ini harus menjadi alarm bagi semua pihak untuk memastikan keamanan di lingkungan sekolah. Menurutnya, sekolah harus menjadi tempat pendidikan yang aman untuk tumbung kembang anak didik.
“Sekolah harus jadi tempat yang aman, dalam arti luas, bukan hanya sebatas kejadian ledakan kemarin. Setiap anak didik harus merasa aman dan nyaman saat belajar, termasuk bebas dari ketidaknyamanan atau bahkan ancaman bullying yang diduga jadi motif pelaku ledakan. Maka ini menjadi tugas kita bersama untuk menjaga lingkungan pendidikan tetap ramah dan kondusif dengan memperketat pengawasan dan pendampingan,” kata Pace Jas Merah ini.
“Kami mendukung pernyataan Mendikdasmen untuk memperkuat langkah-langkah mitigatif dengan penguatan nilai-nilai Pancasila dan wawasan kebangsaan sebagai pembentukan karakter anak didik kita, juga peningkatan peran semua guru dalam melakukan bimbingan dan konseling. Agar memupuk nilai-nilai empati, toleransi, semangat gotong-royong dan kebersamaan. Tentu kami juga mengapresiasi banyak anak-anak didik kita telah memiliki sifat dan budi pekerti yang luhur, saling menolong dan memperkuat solidaritas, ini harus kita lestarikan,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut, Doktor Hukum alumnus Unhas Makassar itu juga menekankan pentingnya pendampingan ahli seperti psikolog terhadap pelaku untuk mengidentifikasi dan menguji motif ataupun latar belakang pelaku, keluarga, teman, lingkungan masyarakat dan latar belakang perbuatannya.
“Persoalan bullying di sekolah sudah kerap terjadi, beberapa korban bully mengalami perlakuan tidak nyaman bahkan kekerasan, ada juga korban bahkan memilih keluar dari sekolah. Jika pelaku ledakan dilatarbelakangi dendam akibat bullying, sejatinya anak ini juga memerlukan dukungan sosial yang kuat. Dalam hukum, bagaimanapun pelaku anak musti diperlakukan sebagai anak berdasarkan UU Sistem Peradilan Pidana Anak, karena masih memiliki masa depan dan harus didampingi masyarakat juga negara,” pungkasnya.


