Rabu, 15 Oktober 2025
BerandaEkonomiKetua Komite III DPD RI Dorong Akselerasi Pariwisata Papua Barat, Dongkrak Aksesibilitas...

Ketua Komite III DPD RI Dorong Akselerasi Pariwisata Papua Barat, Dongkrak Aksesibilitas Hingga Keberpihakan Anggaran

JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Ketua Komite III DPD RI, Dr. Filep Wamafma, SH, MHum mendorong Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mengakselerasi potensi pariwisata di Papua Barat. Menurutnya, banyak wisata lokal seperti Taman Nasional Teluk Cenderawasih di Wondama, Teluk Triton di Kaimana, Danau Anggi di Pegunungan Arfak dan lainnya belum berjalan secara optimal.

Senator Papua Barat itu lantas memberikan sejumlah pandangannya terkait optimalisasi wisata lokal agar juga mendorong ekonomi kerakyatan.

“Potensi-potensi ini tidak bisa banyak berkembang karena Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak dapat mengcover sepenuhnya. Oleh karena itu, jika kita memiliki komitmen untuk meningkatkan ekonomi pariwisata, maka harus ada keberpihakan anggaran, itu pertama. Dan kami berharap DAK untuk Pariwisata di daerah-daerah yang memiliki potensi perlu ditingkatkan, karena saat ini jumlahnya sangat minim dan tidak signifikan,” ungkap Filep dalam Rapat Kerja bersama Kementerian Pariwisata, 30 April 2025.

Selain itu, Sekretaris Forum Aspirasi MPR RI ini juga menyoroti aspek pemberdayaan SDM pariwisata yang perlu diperkuat sebagai poin yanh kedua. Menurutnya, SDM lokal adalah aktor yang berperan penting dalam memajukan pariwisata, mulai dari manajemen, pemeliharaan, branding dan promosi hingga keberlanjutan destinasi wisata.

“Pesona wisata alam kita sangat potensial memunculkan daya tarik wisatawan, tapi hal ini perlu dikelola dengan baik, selain oleh masyarakat adat juga pemerintah. Kami di Komite III memandang perlu adanya balai pelatihan wisata di daerah untuk aspek ini, karena kalau membangun lembaga pendidikan mungkin membutuhkan waktu 3 hingga 4 tahun untuk menjadi sarjana atau diploma,” ungkapnya.

“Kami berharap Kementerian Pariwisata secepatnya bisa bekerja sama dengan perguruan tinggi yang ada di daerah-daerah untuk melaksanakan pelatihan pariwisata, dengan target pengembangan potensi pariwisata di daerah masing-masing,” sambung Filep.

Yang ketiga, Ketua IKA Unhas itu menambahkan pentingnya memperluas aksesibilitas wisatawan lokal, agar lebih banyak wisatawan domestik dapat menikmati keindahan alam Papua Barat. Pasalnya, lanjut Filep, biaya yang diperlukan untuk berwisata di Papua dikenal cukup tinggi untuk masyarakat di luar Papua, khususnya wilayah Indonesia Barat.

“Wisata Papua dikenal dengan wisata termahal dan terkesan hanya yang berkantong tebal yang bisa mengunjungi, maka paradigma ini harus diubah. Kita memiliki potensi namun kalau ongkosnya mahal, maka wisatawan lokal minim yang dapat menjangkau. Kami berharap bukan hanya wisatawan asing yang datang ke Papua, tapi juga wisatawan lokal. Maka dari itu, perlu adanya intervensi kebijakan khusus soal ini,” katanya.

“Lalu saya ingat di tahun 1980-an, Kabupaten Biak merupakan kabupaten yang memiliki penerbangan internasional Biak-Honolulu Los Angeles, dan pada saat itu saya menyaksikan banyak wisatawan mancanegara datang dari Amerika. Oleh karena itu, poin selanjutnya, saya berharap Kementerian Pariwisata bersama dengan Kementerian Perhubungan atau dengan Kementerian Luar Negeri mengusahakan agar izin operasi Bandar Udara Frans Kaisiepo di Biak dan Bandar Udara di Sorong menjadi bandara internasional, sehingga wisata di tanah Papua semakin dikenal,” kata pace asli Suku Byak ini.

Sementara itu, Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana yang didampingi oleh Wakil Menteri, Ni Luh Enik Ermawati memberikan sejumlah tanggapan atas aspirasi dan masukan yang disampaikan.

“Kementerian Pariwisata mengapresiasi perhatian dan aspirasi yang disampaikan oleh anggota DPD terkait pengembangan sektor pariwisata di Papua Barat. Kami memahami bahwa potensi wisata yang luar biasa di wilayah ini memerlukan dukungan anggaran yang memadai untuk berkembang secara optimal. Dari tahun 2016 hingga 2024, Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat menerima dukungan melalui DAK Fisik Pariwisata sebesar kurang lebih 72,4M yang diharapkan memberikan dampak nyata bagi pengembangan pariwisata dan peningkatan perekonomian masyarakat setempat,” katanya.

“Kami menyadari bahwa pengembangan pariwisata di Papua Barat memerlukan keberpihakan anggaran yang lebih signifikan. Oleh karena itu, Kemenpar akan terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk meningkatkan alokasi DAK Pariwisata di wilayah ini. Selain itu, kami mendorong pemerintah daerah untuk mengoptimalkan potensi yang ada seperti melalui penyelenggaraan festival khas daerah dan pengembangan destinasi unggulan lainnya di Papua Barat. Akan kami tindaklanjuti dengan berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata Papua Barat,” sambungnya.

Dia menambahkan, Provinsi Papua Barat merupakan salah satu lokasi percepatan pembangunan melalui Perpres Nomor 24 Tahun 2023 tentang Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua Tahun 2022-2041. Pemerintah terus berupaya agar Kabupaten/Kota yang berpotensi tetap masuk ke dalam shortlist Daya Tarik Wisata (DTW) Lokasi Prioritas dalam usulan DAK Fisik dan Non Fisik Bidang Pariwisata yang digunakan untuk membangun amenitas, dan daya tarik wisata secara terintegrasi di dalam kawasan pariwisata yang menjadi prioritas nasional dan sesuai dengan usulan dimaksud. Namun menurutnya, saat ini program DAK Fisik Bidang Pariwisata masih dalam proses pembahasan dengan Bappenas.

“Soal pelatihan SDM lokal, Kemenpar terus mendorong peningkatan kapasitas SDM pariwisata, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Jalur informal dilakukan melalui pelatihan-pelatihan yang ditujukan langsung untuk masyarakat lokal di destinasi wisata. Fasilitasi pelatihan yang dilaksanakan disesuaikan dengan kebutuhan pelatihan SDM di destinasi wisata yang dituju, maupun dari permintaan daerah. Peningkatan kapasitas SDM pariwisata merupakan salah satu faktor utama kesuksesan pariwisata suatu daerah, sehingga fasilitasi terkait akan terus digalakkan oleh Kemenpar dengan membuka kolaborasi dengan berbagai pihak,” urainya.

“Kami setuju, Papua memiliki keindahan alam yang luar biasa, dari Raja Ampat hingga Taman Nasional Lorentz. Kendala utama dalam hal ini adalah harga tiket yang mungkin disebabkan oleh jarak yang jauh dengan masyarakat terutama dari Indonesia bagian barat. Perlu adanya kebijakan khusus untuk tarif tiket pesawat oleh lembaga yang berwenang dalam hal ini kementerian Perhubungan. Kemenpar sudah berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata setempat untuk meningkatkan atraksi wisata melalui Karisma Even Nusantara. Dan yang penting juga dukungan Pemda setempat,” tambah Widiyanti.

Terkait peningkatan fungsi bandara di Papua Barat menjadi bandara internasional, Widiyanti menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Perhubungan dan terlebih dahulu memerlukan kajian khusus yakni operasi Bandar Udara Frans Kaisiepo di Biak dan Bandar Udara di Sorong menjadi bandara internasional sesuai mekanisme pengajuan bandara internasional.

“Untuk mengajukan bandara internasional, diperlukan surat permohonan dari pemrakarsa dan laporan studi kelayakan yang mencakup kelayakan pengembangan wilayah, ekonomi-finansial, teknis pembangunan, operasional, angkutan udara, dan lingkungan. Selain itu, diperlukan dokumen rancangan teknis bandar udara yang meliputi rancangan awal dan rancangan teknis terinci, serta salinan keputusan penetapan lokasi sesuai 5 Kriteria Bandara Internasional Menurut Peraturan Menteri Perhubungan Regulasi penetapan bandara internasional ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 39 Tahun 2019 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional,” sebutnya.



TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terkini

- Advertisment -