JAKARTA, JAGAINDONESIA.COM – Senator Papua Barat, Filep Wamafma mendukung aspirasi mengenai pengembalian kewenangan pengelolaan Sekolah Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK) kepada pemerintah provinsi. Ia menyampaikan sejumlah pandangan dan temuannya.
“Secara keseluruhan, saya mendukung aspirasi ini. Saya temukan beberapa persoalan mendasar yang mengharuskan usulan pengembalian pengelolaan SMA/SMK ini urgen untuk ditindaklanjuti”, kata Filep saat ditemui awak media, Rabu (14/5/2025).
“Pertama, persoalan pertentangan normatif. Di sisi manajemen pendidikan, PP 106 Tahun 2021 ini yang memberi kewenangan ke Pemda kabupaten/kota untuk mengelola pendidikan menengah, sangat bertentangan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” sambung Pace Jas Merah ini.
Lebih jauh, Filep menerangkan bahwa UU Pemerintahan Daerah secara filosofis dan normatif menegaskan, urusan pendidikan merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan. Dengan mengatakan pelayanan dasar, maka ruang lingkup kewenangannya memang harus berada di level atas.
“Itulah sebabnya, UU Pemerintahan Daerah membagi manajemen pendidikan menengah dan pendidikan khusus dikelola oleh Pemerintah Provinsi, sedangkan pendidikan anak usia dini dan non formal diurus oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Jadi sesuai asas lex superior derogat legi inferiori, maka pengaturan dalam PP 106 tersebut otomatis tidak berlaku, sehingga Pemerintah Provinsi bisa langsung mengeksekusi kewenangan manajemen pendidikan sesuai UU Pemerintahan Daerah,” jelas Filep yang kini menjabat Ketua Komite III DPD RI.
Anggota DPD RI yang juga Ketua Asosiasi Dosen Republik Indonesia (ADRI) Papua Barat ini lantas menegaskan pembagian kewenangan itu sesuai porsi kerja kabupaten/kota.
“Alasan kedua adalah terkait kuantitas pekerjaan Pemerintah Kabupaten yang nampak overload. Sejalan dengan PP 106, Pemda Kabupaten/Kota punya beban yang sangat berat, mulai dari mengelola PAUD, pendidikan dasar, menengah, non formal, sampai pada penyediaan pendidikan layanan khusus bagi OAP. Ini semua membuat konsentrasi Pemda Kabupaten/Kota untuk pembangunan bidang lain menjadi terkuras,” urainya.
Kemudian alasan ketiga, kata Filep, secara kontinuitas dan kualitas pendidikan, pengelolaan pendidikan menengah memang semestinya diperhatikan oleh Pemerintah Provinsi karena menjadi pondasi bagi perguruan tinggi. Ia menekankan, revisi ini menjadi solusi awal untuk menghilangkan keraguan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten untuk mengambil kebijakan.
“Maka selanjutnya, Pemerintah Provinsi dapat melakukan kebijakan diskresi, yang menurut hemat saya, tidak bertentangan dengan regulasi, karena kewenangan pengelolaan pendidikan menengah berada di tangan Pemerintah Provinsi,” tutup Filep.